CATATAN PERJALANAN GUNUNG MERBABU AGUSTUS 2014
September 12, 2014Foto bareng di Kenteng Songo |
Okeee…..
Liburan semester telah tiba, saatnya untuk travelling bersama teman-teman
tersayang yuhuuuuu. Destinasi saya kali ini adalah Kenteng Songo, puncak
tertinggi Gunung Merbabu, Jawa Tengah, 3157 mdpl. Sebelum masuk ke cerita
perjalanan, kenalkan dulu teman-teman tersayang seperjalanan kali ini. Dari Cheby (Mapala STIS Jakarta) ada aku,
Wisnu, Haidir, Ela, Ratri, Tyas dan Nia Mereka bertolak ke Magelang dari
Jakarta naik kereta Kutojaya jurusan Pasar Senen – Kutoarjo dengan tiket 40.000
rupiah. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Magelang menggunakan bus besar
dengan biaya 12.000 rupiah tiap orang. Selain dari Cheby, Jumpo Packer juga
turut serta dalam pendakian ini. Jumpo Packer sendiri merupakan komunitas
pedaki gunung dari desa Jumbleng dan Ponalan yang berada di Kecamatan Muntilan.
Dimotori oleh sang senior Fajar dan beranggotakan Mukhlis, Fais, Ahsan alias
PTC, Galang, dan 3 orang temannya. Oke, perkenalan sudah cukup ya…. Sekarang
masuk ke cerita yang suaaangat seru tentunya.
Sabtu, 23
Agustus 2014 pukul 11.00 WIB kami mulai packing perlengkapan dan logistik yang
kita perlukan sepanjang perjalanan . Mulai dari jaket, kaos tangan, penutup
kepala, kaos kaki, sampai sleeping bag kita masukkan ke carrier dengan rapi.
Tak lupa juga beberapa mie instant, cemilan, 2 botol besar minuman, dan
perlengkapan makan. Setelah semua persiapan sudah matang, kami kumpul dan mulai
perjalanan kami.
Pukul 13.30
kami berada di terminal Muntilan untuk menunggu bis Widodo Putro yang akan
membawa kami ke Kopeng, salah satu pintu gerbang pendakian Gunung Merbabu.
Akhirnya pukul 13.40 bus yang kita tunggu-tunggu datang juga. Dengan membayar
15.000 rupiah tiap orang, kami meluncur sampai tujuan dengan tenang. Perjalanan
menuju Kopeng ditempuh kurang lebih 2,5 jam. Sebenarnya kalo menggunakan
kendaraan pribadi, dari Muntilan ke Kopeng dapat ditempuh dengan waktu 1,5 jam
saja. Akan tetapi bus-bus yang menuju Kopeng semuanya gak bisa cepat, 40 km/jam
udah mentok. Jadi ya kita harus sabar aja kalo bokong kepanasan kelamaan duduk.
Pukul 16.30
kami sampai juga di Kopeng. Kami langsung menuju masjid yang letaknya tak jauh
dari lokasi bis berhenti. Sekitar 10 meter dari jalan raya. Seteah kami sholat
dan istirahat sejenak, saatnya untuk berburu rumah makan. Perjalanan yang lumayan
lama tadi ternyata membuat perut kami keroncongan. Di sekitar Kopeng terdapat
banyak restoran baik itu yang elit maupun yang kelas jelata, tinggal
pinter-pinter kita pilih tempat aja. Akhirnya setelah salah seorang teman kami
puter-puter, dia menemukan sebuah rumah makan yang pas dengan kantong kami. Cukup
bermodalkan 14.000 rupiah kami dapat 2 mangkok soto dan segelas the anget
manis. Wuuuuhhh enak banget, perut kenyang, tapi kantong juga masih tebal
hehehehe.
Tak terasa
waktu Maghrib sudah tiba. Kami bergegas melaksanakan sholat Maghrib yang
dijamak dengan Isya. Pukul 18.30 kami memulai perjalanan menuju basecamp yang letaknya lumayan jauh,
membutuhkan waktu 1,5 jam dengan jalan kaki. Kami harus melebati sebuah bukit
yang jalurnya lumayan nanjak dengan hutan pinus yang sangat lebat menghiasi
bukit tersebut. Setelah itu kita juga harus melewati ladang perkebunan warga sebelum
akhirnya sampai di desa Thekelan letak basecamp
jalur pendakian Kopeng.
Di basecamp
kami registrasi dan membayar administrasi sebesar 8000 rupiah per orang.
Setelah semuanya selesai dan persiapan telah matang, kami memulai perjalanan
nanjak kami pukul 20.45. Perjalanan dari basecamp menuju pos 1 bisa dibilang
pemanasan buat kaki kita. Medannya tak begitu berat tapi konsisten nanjaknya.
Hutannya juga tak begitu lebat dan kita masih bisa melihat kelap-kelip lampu
kota salatiga dan sekitarnya. Setelah 1 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di
pos 1. Sepuluh meter sebelum pos 1 terdapat penampungan air. Di sinilah sumber
air terakhir yang dapat kita temui di jalur Kopeng.
Tak perlu
lama-lama istirahat, kami langsung melanjutkan perjalanan ke pos 2. Di sinilah
tiba-tiba ada seorang bapak-bapak sekitar umur 50 tahunan gabung dengan
rombongan kami. Kami pun bingung karena bapak ini tak membawa bekal kecuali
sebotol aqua 600ml dan senter yang selalu dikantonginnya. Gileee, ngapain juga
bawa senter kalo cuma dikantongin. Mending kalo dalam kantong senternya
dimatiin, ini hidup coy. Gileee bener, gak habis pikir gue. Karena penasaran,
salah seorang dari kami menanyainya. Akan tetapi bapak ini gak menjawab, hanya
ngomong gak jelas yang tak mampu dipahami. Perjalanan menuju pos dua treknya
hampir sama dengan trek menuju pos satu. Bedanya hanya hutannya lebih lebat.
Setelah satu jam perjalanan kami akhirnya tibajuga di pos 2. Pos dua ini
terletak di pinggir tebing. Kalau cuaca cerah, kita bisa melihat pemandangan
malam kota-kota di sekitar Salatiga. Di sini kami mulai mengeluarkan bekal
makanan kami. Ketika saya mengeluarkan roti tawar, tiba-tiba bapak misterius
tadi tanpa babibu langsung ngambil roti dari tangan saya dan langsung mengambil
selembar roti tawar. Saya pun semakin heran sama bapak misterius sekaligus aneh
ini.
Setelah
sekitar 15 menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3. Treknya
semakin terjal dan kami tak lagi melewati pinggiran gunung, melainkan lewat
tengah-tengah hutan. Kami membutuhkan 40 menit untuk menuju pos 3. Memang jarak
pos 2 ke pos 3 tak terlalu jauh. Pos 3 recommended buat masak karena tempatnya
yang luas dan dikelilingi pohon sehingga tak begitu dingin karena tiupan angin.
Akan tetapi kami memutuskan untuk masak di pos 4 aja karena sebagian masih ada
yang kenyang, terutama yang cewek.
Perjalanan
pos 3 ke pos 4 lebih lambat karena treknya yang semakin susah. Perlu waktu 1
jam untuk mencapai pos 4. Setelah melewatkan perjalanan yang penuh dengan
peluh, akhirnya kami tiba di pos 4 sekitar pukul 00.25. Kami pun mulai
mengeluarkan perlengkapan masak dan sebagian ada yang tidur karena udah gak
tahan lagi. Hembusan angina meskipun cuma sedikit membuat kita merasa
kedinginan bahkan setelah memakai sleeping
bag sekalipun. Lokasi pos 4 ini modelnya mirip dengan pos 3, luas dan dikelilingi
pohon-pohon. Kami istirahat cukup lama di pos 4 untuk nge-charge energi dan semangat untuk sampai puncak.
Pukul 02.15
kami mulai melanjutkan perjalanan menuju Watu gubug. Dinamai Watu Gubug karena
batunya sangat besar dan sering digunakan untuk berlindung ketika ada badai.
Trek untuk menuju kesana semakin berat dan berpasir. Pohon-pohon mulai
menghilang diganti dengan semak-semak rendah. Setelah 1 jam perjalanan akhirnya
kami sampai juga di Watu Gubug. Kami tak usah berhenti disini karena waktu
telah menunjukkan pukul 03.20. Setelah melewati Watu Gubug kami dihadapkan
dengan jalur berpasir yang modelnya kaya bekas aliran air. Perjalanan kali ini
menurutku yang paling berat. Butuh waktu lama untuk melewati jalur ini.
Terdengar sayup-sayup adzan Subuh ketika kami hampir sampai di Puncak Menara.
Akhirnya setelah 1 jam 15 menit perjalanan kami sampai di Pos Menara. Kami
langsung melaksanakan sholat Subuh meskipun angina dingin menusuk-nusuk sampai
ketulang. Puncak menara sering dijadikan tempat nge-camp karena terdapat bangunan yang dapat melindungi kita dari angin
kencang. Setelah menikmati indahnya langit ketika subuh, dan foto-foto
sebentar, kami melanjutkan perjalanan menuju Puncak Geger Sapi.
Meskipun dalam fota gak indah, aslinya pemandangannya indah lho |
Ada sedikit
bonus di jalur puncak Menara menuju Geger Sapi. Setelah kita melewati trek yang
sedikit menurun sekitar 200 meter, kita langsung dihadapkan dengan trek yang
menanjak dan berbatu. Inilah trek ter waaaaahhh yang ada di Gunung Merbabu.
Jalan nanjak berbatu yang mudah longsor ditambah dengan trek yang sempit
membuat setiap pendaki harus ekstra hati-hati ketika melawai rute ini.
Membutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk sampai di Puncak Geger Sapi dari
Puncak Menara. Capek dan ngantuk yang menyerang kami mempuat perjalanan menuju
ke Kenteng Songo sedikit tersendat. Banyak istirahat membuat perjalanan kami
memakan waktu lebih lama.
Perjalanan Menuju Kenteng Songo Setelah Pertigaan Syarif |
Setelah
sampai di puncak Geger Sapi, kami langsung melanjutkan perjalanan kami menuju
pertigaan puncak Syarif. Trek menanjak terpampang jelas di depan mata, mau tak
mau harus kami lalui demi mencapai puncak Kenteng Songo. Dengan langkah yang
berat dan matahari sudah tak malu-malu lagi memancarkan sinar teriknya, kami
bejalan bersama menuju pertigaan Syarif. Setelah berjalan selama 30 menit,
akhirnya kami sampai juga di pertigaan. Karena kami sudah terlalu capek dan
lapar, kami pun memutuskan untuk memakan snek dan istirahat tidur-tiduran.
Setelah kurang lebih 30 menit kami istirahat, kamipun melanjutkan perjalanan
menuju Kenteng Songo.
Trek
terakhir menuju Kenteng Songo ini rasanya emang nano nano banget. Di awal kita
dimanjakan dengan trek menurun, trus datar yang lumayan panjang dan kanan kiri
tebing dan jurang. Sangat cocok buat foto-foto bareng ataupun selfie alay khas
anak muda ababil hehehe. Akan tetapi setelah itu ada satu lokasi yang terkenal
dengan jembatan setan. Panjangnya gak lebih dari lima meter tetapi membutuhkan
konsentrasi dan mental yang tinggi. Dengan mlipir-mlipir di pinggir tebing
berbatu membuat perjalanan ke Kenteng Songo semakin berwarna. Tak berhenti disitu,
setelah melewati Jembatan Setan kami juga harus merangkak menaiki tanjakan
berbatu yang sangat curam dan licin. Sangat cocok bagi para pecinta tantangan.
Setelah melewati tanjakan tersebut, kami istirahat lagi dan memasak mie instan.
Kami memilih tempat tepat dibawah puncak Kenteng Songo untuk memasak karena
disini ada beberapa pohon yang melindungi kami dari panas sinar matahari.
Selain itu kalau kami masak di Kenteng Songo pastinya kami akan kepanasan dan
berdebu.
Sekitar
pukul 09.00 kami melanjutkan perjalanan. Trek tinggal menyisakan satu tanjakan
curam yang sangat berdebu dan licin. Setelah berusaha payah melewati tanjakan
ini akhirnya kami sampai juga di puncak tertinggi Gunung Merbabu, Kenteng
Songo. Di puncak ini terdapat beberapa batu yang menjadi khas dari puncak ini.
Batu-batu ini dikenal dengan Kentheng yang berjumlah sembilan. Tapi waktu itu
saya tidak menghitungnya sih. Gak sempat karena saking sibuknya foto-foto.
Setelah puas foto-foto dan selfie kami melanjutkan ke puncak Triangulasi.
Puncak ini lebih rendah dari puncak Kentheng Songo.
Anggota Jumpo Packer di Kenteng Songo |
Tampil dulu |
Kami memilih
rute lewat jalur Selo dalam perjalanan turun. Jalur ini terkenal dengan eloknya
padang sabana dan bukit teletubies yang menyejukkan mata. Akan tetapi tantangan
yang disajikan oleh jalur ini juga tak kalah seru. Turunan yang sangat amat
curam selalu menanti kami untuk dilewati. Debu beterbangan, tanah gembur yag
licin mampu membuat kami berpikir dua kali untuk memilih jalur yang menurut
kami lebih enak. Setelah melewati satu bukit atau satu turunan curam, kami
selalu istirahat. Kasian sama lutut kami yang harus bekerja ekstra keras dalam
perjalanan kali ini. Setelah melewati beberapa turunan dan bukit-bukit serta
sabana, kami sekitar pukul 13.00 istirahat dan sejenak tidur di antara sabana
dua dan satu. Rasa kantuk yang menyerang membuat badan kami lemas dan
mengurangi semangat kami untuk jalan terus. Akhirnya setelah sekitar 45 menit
kami istirahat, perjalananpun dilanjutkan kembali. Setelah melewati sabana
satu, sekitar pukul 15.00 kami sampai di pos 3. Pos 3 merupakan salah satu camp
favorit bagi para pendaki yang naik lewat jalur Selo karena pos inilah batas
hutan dan bukit-bukit yang meleahkan.
Setelah
istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Setelah pos 3 jalur yang kami lewati berbeda dengan
sebelumnya, yaa, kami telah mulai memasuki hutan. Yuuuhhuuu, senang banget
rasanya hampir sampai basecamp. Tetapi rasa senang tersebut luntur waktu demi
waktu. Setelah 1,5 jam perjalanan basecamp tak kunjung kelihatan. Pikiran kami
pun mulai berimajinasi. Setiap belokan sepertinya kami selalu melihat
rumah-rumah penduduk. Akan tetapi setelah kami mendekat itu hanyalah
ranting-ranting pohon yang berlatarkan langit. Ini sungguh perjalanan yang
cukup berat. Akhirnya, pukul 17.15 kami sampai di basecamp Selo. Suasananya
cukup rame kala itu,baik itu oleh pendaki yang turun maupun yang mau naik.
Segera kami melaksanakan sholat Dzuhur dan Asar di mushola dekat basecamp. Setelah itu kami langsung
pesan makan porsi jumbo untuk menyumpal perut yang keroncongan sejak siang.
Rasanya begitu nikmat saat suapan pertama meskipun dengan menu sederhana.
penampakan jalur selo. Mantaaap |
Pukul 18.30
kami pulang menuju Muntilan menggunakan mobil bak terbuka sewaan. Kami membayar
300.000 rupiah dan bisa dimuati oleh 15 anak. Akhirnya pukul 20.30 kami sampai
juga di rumah tanpa ada halangan yang berarti.
Biaya
perjalanan dari Muntilan ke Kopeng ditambah perjalanan pulang dari Selo ke
Muntilan:
15.000 + 20.000 = 35.000 per orang.
2 komentar
gunung merbabu emang keren abis, pernah sih kesana lewat wekas, tp pengen coba lewat suwanting, kira2 treknya bagus gak ya
ReplyDeletebaca catper ini bikin kaki pengen kesana lagi kakak, semoga tetap terjaga gunungnya
ReplyDelete