Puncak Syarif dengan background Gunung Merapi |
Puncak Kenteng Songo adalah
puncak tertinggi Gunung Merbabu. Itulah target pendakian Jumpo Packer di bulan
Juli 2011. Dengan beranggotakan 6 orang yaitu, Ardi, Fajar, Okas, Gilang, Ade,
Zaki, kami memulai petualangan alam dan spiritual mengagumi dan menikmati
ciptaan Sang Maha Indah. Perjalanan dimulai dengan menggunakan minibus Widodo
Putro dari Muntilan ke Kopeng yang dtempuh dalam waktu 2 jam dengan biaya Rp
10.000. Kami berangkat dari terminal bus Muntilan pukul 13.30 siang. Di jam
inilah bus terakhir Widodo Putro yang akan naik ke Kopeng, jadi jika kami
terlambat, kami harus cari bus lain dan kami harus ganti bus satu kali di terminal Magelang. Setelah menempuh
perjalanan yang melelahkan di dalam bus, pukul 15.30 kami tiba di Kopeng. Istirahat
sejenak di Masjid setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, melepas lelah,
meluruskan kaki dan mengisiperut yang kosong.
Perjalananpun dilanjutkan kembali sebelum matahari membenamkan diri di
cakrawala barat. Dengan berjalan kaki menyusuri bukit rimbun nan asri. Jalan
setapak yang terjal dan curam adalah pemanasan bagi kami. Tak butuh waktu lama
bagi kami untuk sampai di base camp kita, yaitu desa Tekelan, salah satu pintu
gerbang jalan pendakian Gunung Merbabu. Di sanalah kami menghabiskan senja kami,
dengan ditemani oleh indahnya lagit kemerahan dan dinginnya tiupan angin gunung
yang menusuk tulang. Shalat dan berdoa tak lupa kami kerjakan di malam harinya
demi keselamatan dunia dan akhirat. DI base kamp kami bebas untuk makan,
tiduran ataupun ngobrol-ngobrol dengan para sohib.
Malampun semakin larut, puku 20.30 kami memulai perjalanan pendakian gunung
Merbabu. Semangat kebersamaan terasa hangat berpadu dengan simfoni alam yang
masih perawan. Medan berat, berdebu, dan dinginnya udara malam tak menggoyahkan
semangat kami untuk mencapai puncak di pagi harinya. Jalur pendakian desa
Tekelan memang mempunyai rute yang lebih panjang dari pada jalur desa Wekas.
Akan tetapi jalur ini lebih landai dan tidak terlalu berat bagi para pemula. Jalur
Tekelan yang menyusuri punggung gunung menyuguhkan pemandangan kerlap-kerlip
lampu kota Salatiga, Ungaran, dan sekitarnya.
Di
jalur Tekelan ini terdapat 4 pos per istirahatan. Dari base camp ke pos 1 dapat
ditempuh dalam waktu 1 jam. Di pos ini terdapat aliran mata air yang dapat kita
manfaatkan untuk perbekalan kita. Pos 1 bukanlah tempat yang pas untuk istirahat
berlama-lama karena keadaan sekitar pos terlalu rimbun dan sangatlah gelap. Perjalanan
pos 1 ke pos 2 dapat kita tempuh dalam waktu 1,5 jam. Jalur yang dilalui belum
terlalu berat, Cuma sesekali da tanjakan curam, tapi tidak panjang. DI pos
inilah tempat yang pas buat beristirahat dan mengisi perut yang tentunya sudah
keroncongan lagi. Keadaan pos 2 berbeda jauh dari pos 1. Posisi pos 2 yang
berada di pinggiran hutan menyuguhkan pemandangan malam alam semesta. Tidak ada
yang menghalangi pandangan kita.
Istirahat
menikmati harmoni alam sambil menyerutup kopi hangat di tengah alam memang
sungguh mengasikkan. Persahabatan akan terasa kental disini, saling canda dan
bertukar cerita mengisi setiap detik waktu sambil mengerumuni api unggun. Bau
asap tidaklah menjadi halangan untuk merapatkan barisan kami, hanya untuk satu
kata “kehangatan”. Tak lama sih, hanya 30 menit untuk melepas lelah, mengisi
perut yang kosong, dan bersenda gurau bicara ngalor-ngidul.
Waktu
menunjukkan pukul 23.30. Watunya kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3.
Mulai dari sinilah pendakian gunung Merbabu membutuhkan fisik yang kuat. Jalan
terjal dan menanjak harus kami lewati. Membutuhkan waktu 1,5 jam untuk sampai
di pos 3. Sebenarnya pos 2 ke pos 3 tidak terlalu jauh. Tetapi karena medan
yang berat membuat kami banyak istirahat di tengah jalan. Di pos 3 kami hanya
istirahat sebentar, mengingat waktu telah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
Perjalanan pos 3 menuju pos 4 medannya tidak terlalu berbeda dengan jalur pos 2
ke pos 3. Tanjakan terjal menguras tenaga menemani perjalanan dini hari kami.
Napas tersenggal-senggal dan lemas setibanya kami di pos 4. Di pos 4 ini kami
kembali istirahat dan makan perbekalan kami. Waktu menunjukkan pukul 02.30.
Perjalanan masih jauh untuk sampai puncak. Bergegas kami melanjutkan perjalanan
setelah kami men-charge energi.
Setelah
pos 4, sedikit demi sedikit kami tidak menemui vegetasi lagi. Hanya batu-batuan
besar dan tanah berdebu kami temukan. Medan lebih berat dari sebelumya.
Menyusuri saluran air yang dalamnya se lutut tak terelakkan lagi. Angin kencang
yang menusuk menerpa tubuh tegap kami. Kamipun membalut semua badan kami, mulai
dari kepala sampai ujung kakai dengan semua penghangat yang kami bawa. Mulai
sarung, penutup kepala, kaos tangan, kaos kaki, jaketpun sampai rangkap 2.
Pukul
03.30, kami tiba di puncak menara. Puncak ini bukan puncak tertinggi Merbabu,
teetapi puncak ini biasanya untuk istirahat atau tempat perlindungan jika
terjadi badai. Subuh menjelang, puncak
Syarif pun sudah didepan mata. Kejar-kejaran dengan sun rise pun tak terelakkan
lagi. Apapun dilakukan demi melihat secara langsung fenomena harian yang sangat
agung, di mana pertanda dimulainya segala aktivitas. Fenomena harian. Ya memang
fenomena harian, tapi ini beda. Ada feel tersendiri yang didapat dari sini,
dari puncak gunung. Mengagumi dan mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT,
serta menyadari betapa kerdilnya diri kami adalah sepercik hikmah yang dapat
kami ambil dari puncak sebuah pasak bumi alias gunung. Diatas awan putih,
menerawang jauh cakrawala yang masih kekuning-kuningan, dunia ini bak tiada
ujungnya. “Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”
3 jam cukuplah puas kami berada di puncak. Makan, tidur, dan taklupa shalat
subuh. Sekarang saatnya kami turun. Jangan anggap turun gunung seringan turun
tangga. Kalo mungkin disuruh milih, mau naik gunung atau turun gunung, aku
tetap gak milih satupun #ups. Ya, lutut akan terasa pegal dan medannya pun
terlihat lebih berat. Sebenarnya medannya sama sih sama waktu naik. Tapi
bedanya kalo pas naik kan masih gelap, jadi medannya gak kelihatan, maju terus aja,
libas abiisss deh :D Kami turun melalui pintu pendakian Wekas. Jalurnya
melewati badan gunung, jadi lebih curam dan waktu yang dibutuhkanpun juga lebih
singkat. Selama perjalanan turun, kami melewati kebun-kebun edelweis di
sepanjang jalur pendakian. Begitu indah dan begitu menakjubkan bunga itu, bunga
abadi. Bunganya para pemegang cinta abadi hahaha.
Akhirnya dengan perjuangan yang tak kenal lelah, pukul 15.00 kami sampai di
rumah masing-masing dengan selamat. Oleh-olehnya pun tidak lupa, yaitu pengalaman
dan persahabatan yang semakin erat di antara kami ber 6.